Selasa, 20 November 2012

PENUTUPAN TEMPAT IBADAH, PINTU MASUK PERPECAHAN BANGSA


Apakah Anda masih ingat dengan pemberitaan akhir-akhir ini mengenai polemic yang terjadi di Aceh? Ya... pemberitaan mengenai penutupan sembilan gereja dan lima vihara di Banda Aceh memang masih hangat-hangatnya diperbincangkan. Penutupan gereja ini akibat Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Menurut peraturan gubernur, tempat peribadahan bisa memperoleh izin jika mendapatkan persetujuan dari 120 orang warga sekitar, dengan jumlah jemaat lebih dari 150 orang, mendapatkan pengesahan dari lurah, dan ada surat rekomendasi dari kantor Kementrian Agama setempat. Karena sembilan gereja dan lima vihara di Aceh yang ditutup belum memenuhi persyaratan, maka kesembilan gereja dan lima vihara itu harus ditutup.
Banyak yang berpendapat bahwa persyaratan yang ada pada Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah sangatlah sulit untuk dipenuhi. Kenapa masyarakat yang ingin beribadah harus dipersulit dengan peraturan yang ada. Padahal mereka melakukan ibadah di tempat mereka sendiri.
Pemerintah Indonesia semestinya harus memperhatikan masalah ini, karena jika dibiarkan terus menerus maka akan mengakibatkan disintegrasi bangsa. Masyarakat akan merasa jika kebebasan beribadah mereka dibatasi, mereka tidak mendapatkan kebebasan menjalankan ibadah. Padahal kebebasan beribadah telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 29. Dan juga mengingat bahwa negara Indonesia ini terdiri dari banyak agama, banyak suku, dan juga banyak budaya. Oleh karenanya, marilah kita bersama-sama saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. Janganlah mempersulit masyarakat yang ingin melaksanakan ibadahnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar