Selasa, 15 Desember 2015

Respect, Sederhana Saja

R-E-S-P-E-C-T

1. Say hello
2. Visit a friend
3. Let another go first
4. Forgive mistakes
5. Share a smile 😊😊
6. Open a door
7. Lend a hand
8. Be tolerant
9. Offer a hug
10. Do an act of kindness everyday
11. Call a lonely person
12. Leave a thank you note
13. Cheer up friend
14. Make a new friend
15. Listen with your heart
16. Say thank you
17. Pay this kindness forward
18. ......

Respect, sederhana saja 😊
Jika kita mau menyapa orang-orang di sekililing kita dengan santun dan ramah. Jika kita mau mengunjungi teman lama kita. Jika kita berbaik hati mendahulukan kepentingan orang lain, saat berjalan atau memasuki sebuah pintu. Jika kita tulus memaafkan kesalahan. Jika kita selalu tersenyum dan terus menularkannya. Jika kita membukakan pintu bagi orangtua atau guru kita.
Jika kita menawaran bantuan terlebih dahulu. Jika menjadi toleran. Jika kita tidak ragu memberikan pelukan. Jika kita melakukan kebaikan sederhana sehari-sehari. Jika kita menyapa orang yang kesepian. Jika kita mengirimkan chatt atau sms berisi ucapan terima kasih. Jika kita menyemangati teman kita yang bersedih. Jika kita lebih mendengarkan kata hati dan suara nurani. Jika kita tak malu lagi menyebarkan kebaikan-kebaikan pada sebanyak mungkin orang di sekeliling kita. Itulah Respect 😊😊

Dua Bulan Bersama MI Darul Ulum


Teknik Bimbingan dan Konseling dalam Menyelesaikan Ragam Permasalahan Pribadi Sosial di MI

ABSTRAK: Bimbingan dan konseling dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada peserta didik. Permasalahan yang dialami peserta didik dibedakan menjadi permasalahan pribadi dan permasalahan sosial. Bimbingan pribadi bisa dimaknai sebagai suatu bantuan dari pembimbing kepada terbimbing agar dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik. Sedangkan bimbingan sosial bermakna suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, penyesuaian diri dan sebagainya. Dalam menyelesaikan permasalahan pribadi dan sosial ada beberapa teknik bimbingan dan konseling yang dapat digunakan, antara lain: Perilaku attending, empati, teknik bertanya, dorongan minimal (minimal encouragement), teknik mengarahkan (directing), teknik focus, menjernihkan (clarifying), memudahkan (facilitating), mengambil inisiatif, memberi nasehat, dan menyimpulkan. Dalam menyelesaikan ragam permasalahan yang dialami peserta didik membutuhkan teknik yang tidak mudah, diperlukan pembiasaan terhadap macam-macam teknik yang ada, supaya konselor mahir dalam kerja praktiknya.
Kata Kunci: Teknik bimbingan konseling dan ragam permasalahan pribadi sosial

PENDAHULUAN
Setiap sekolah pasti membutuhkan layanan bimbingan dan konseling untuk mengatasi masalah yang terjadi pada peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling di sekolah bukan hanya menangani permasalahan yang dialami oleh peserta didik, akan tetapi dapat pula digunakan untuk memahami karakteristik setiap peserta didik serta dapat mengajarkan cara menyelesaikan suatu masalah dengan baik kepada peserta didik.
Permasalahan yang dialami oleh peserta didik berbeda-beda, seperti permasalahan yang berhubungan dengan dirinya sendiri, dengan keluarganya, atau dengan teman-temannya. Apabila permasalahan perserta didik dibiarkan begitu saja, maka akan berakibat buruk pada peserta didik tersebut. Oleh karena itu layanan bimbingan dan konseling dapat membantu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Dalam pelayanannya bimbingan dan konseling dapat disesuaikan dengan permasalahan yang dialami, apabila permasalahannya berhubungan dengan dirinya sendiri dapat digunakan bimbingan konseling pribadi, dan apabila permasalahannya berhubungan dengan sekelilingnya dapat digunakan bimbingan konseling sosial. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil judul “Teknik Bimbingan dan Konseling dalam Menyelesaikan Ragam Permasalahan Pribadi Sosial di MI”.
Adapun rumusan masalah dalam penulisan artikel ini adalah bagaimana ragam permasalahan pribadi sosial dan bagaimana teknik bimbingan konseling pribadi sosial. Hal tersebut penting untuk dikaji karena dalam menyelesaikan ragam permasalahan yang dialami peserta didik membutuhkan teknik yang tidak mudah, diperlukan pembiasaan terhadap macam-macam teknik yang ada, supaya konselor mahir dalam kerja praktiknya. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ragam permasalahan pribadi sosial dan mengetahui teknik bimbingan konseling pribadi sosial.

PEMBAHASAN
Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial
Bimbingan merupakan upaya untuk membantu individu  berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya secara bertahap dalam proses yang matang. Rochman Natawidjaja (Syamsu Yusuf, 2009: 38) mengartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
W.S. Winkel (1991: 124) mendefinisikan bimbingan sebagai pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijkasana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup. Prayitno (1987:35) mendefinisikan bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri.
Sedangkan konseling menurut M. Bahri Musthofa (2002: 4) yaitu peroses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (dalam hal ini adalah peserta didik).
Dalam bimbingan konseling terdapat dua bagian, yaitu bimbingan konseling pribadi dan bimbingan konseling sosial. Ahmad Rohani (2004: 96) menyatakan bahwa bimbingan pribadi bisa dimaknai sebagai suatu bantuan dari pembimbing kepada terbimbing (individu) agar dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.
Sedangkan Syaiful Bahri dan Aswan Zain (1996: 75) menyatakan bimbingan sosial bermakna suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, penyesuaian diri dan sebagainya. Bimbingan sosial juga bermakna suatu bimbingan atau bantuan dari pembimbing kepada individu agar dapat mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling pribadi dan sosial merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun bersifat sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya.
Ragam Permasalahan Pribadi Sosial
Secara umum, masalah yang terhimpun dalam persoalan pribadi sosial meliputi masalah hubungan ineraksi dengan orang lain (orangtua, saudara, teman, guru, dan masyarakat), masalah pengaturan diri baik dalam bidang kerohanian, perawatan diri (jasmani dan rohani), penyelesaian konflik, dan sebagainya.
1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang pribadi :
a. Ketakwaan kepada Allah SWT, mencakup : Kurang motivasi untuk mempelajari agama sebagai pedoman hidup, kurang memahami bahwa agama sebagai pedoman hidup, kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi oleh Tuhan, masih merasa malas untuk melaksanakan shalat, dan kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur.
b. Perolehan sistem nilai, meliputi: Masih memiliki kebiasaan berbohong, masih memiliki kebiasaan mencontek, dan kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan).
c. Kemandirian emosional, meliputi: Belum mampu membebaskan diri dari perasaan atau perilaku kekanak-kanakan, belum mampu menghormati orang tua atau orang lain secara ikhlas, masih kurang mampu menghadapi atau mengatasi situasi frustrasi (stress) secara positif.
d. Pengembangan keterampilan intelektual, meliputi: masih kurang mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang, masih suka melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan baik-buruknya, untung-ruginya.
e. Menerima diri dan mengembangkan secara efektif, meliputi: Kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri, merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang lain yang mempunyai kelebihan.
2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang sosial :
a. Berperilaku sosial yang bertanggung jawab, meliputi: Kurang menyenangi kritikan orang lain, kurang memahami tata karma (etika) pergaulan, kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah maupun di masyarakat.
b. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, meliputi: Merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis, merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik.
Teknik Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial
Teknik adalah cara, langkah atau metode yang dilakukan utuk mencapai suatu tujuan. Tohirin (2013: 305) mendefinisikan teknik bimbingan konseling pribadi dan sosial adalah cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu menguasai masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi lingkungannya yakni nilai sosial, budaya dan agama.
Bagi seorang konselor, menguasai teknik-teknik dalam bimbingan konseling merupakan hal yang sangat penting, agar dapat menangani sesuatu yang dikeluhkan atau dialami oleh kliennya, teknik dalam konseling, yaitu :
1. Perilaku Attending: Attending merupakan upaya konselor menghampiri klien yang diwujudkan dalam bentuk perilaku seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Dengan begitu konselor akan mudah untuk membuat klien dalam pembicaraan dan terbuka, sehingga akan mengakibatkan: Meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman dan akrab, mempermudah klien untuk mengekspresikan perasaannya dengan bebas.
2. Empati: Empati merupakan kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa dan berpikir bersama klien. Empati harus dilakukan bersama attending, karena tanpa attending tidak akan ada empati. .
3. Teknik Bertanya: Sebagai seorang konselor harus memiliki keterampilan bertanya yang baik, agar dapat menduga apa yang telah dipikirkan klien. Menurut Dewa Ketut Sukardi (2002: 125) teknik ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Bertanya terbuka (open question), dalam teknik bertanya terbuka, klien bebas memberikan jawabannya.
b. Bertanya tertutup (closed question), teknik bertanya tertutup telah menggambarkan alternatif jawabannya, misalnya: ya atau tidak, setuju atau tidak setuju.
4. Dorongan Minimal (Minimal Encouragement): Dalam proses konseling, konselor harus mengupayakan agar klien terlibat dalam pembicaraan. Untuk itu konselor harus memberikan dorongan minimal kepada klien. Dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang dikatakan klien seperti oh, ya, terus, lalu, dan. Teknik ini diberikan secara selektif, yaitu apabila klien menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan.
5. Teknik Mengarahkan (Directing): Upaya konselor dalam mengarahkan klien dapat dilakukan dengan menyuruh klien memerankan sesuatu (bermain peran) atau mengkhayalkan sesuatu.
6. Teknik Fokus: Konselor yang baik harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya terhadap pembicaraan dengan klien. Teknik fokus akan membantu klien untuk memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan.
7. Menjernihkan (Clarifying): Teknik ini dilakukan dengan cara konselor mengklarifikasi ucapan-ucapan klien yang tidak jelas, samar-samar, atau agak meragukan.
8. Memudahkan (Facilitating): Facilitating merupakan suatu teknik membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas.
9. Mengambil Inisiatif: Pengambilan inisiatif perlu dilakukan oleh konselor ketika klien kurang bersemangat untuk berbicara. Teknik ini dilakukan dengan cara konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi.
10. Memberi Nasehat: Teknik ini dilakukan ketika klien membutuhkan nasehat, dan ketika konselor memberikan nasehatnya tidak boleh asal-asalan. Jadi nasehat yang diberikan kepada klien harus dipikirkan terlebih dahulu sehingga nantinya tidak menyesatkan atau salah arah dalam mengambil suatu keputusan.
11. Menyimpulkan: A.J. Nurihsan (2006: 95) mengatakan bahwa pada akhir sesi konseling, konselor bersama klien membuat suatu kesimpulan yang menyangkut:
a. Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama menyangkut kecemasannya akibat masalah yang dihadapinya.
b. Memantapkan rencana klien.
c. Pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikut.

SIMPULAN
Bimbingan konseling pribadi dan sosial merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun bersifat sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya.
Ragam masalah pribadi meliputi: ketakwaan kepada Allah SWT, peroleh sistem nilai, kemandirian emosional, pengembangan keterampilan intelektua, serta menerima diri dan mengembangkannya secara ekeftif. Ragam masalah sosial meliputi: berperilaku sosial yang bertanggung jawab dan mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
Yang dimaksud teknik bimbingan konseling pribadi dan sosial adalah cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu menguasai masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi lingkungannya yakni nilai sosial, budaya dan agama. Bagi seorang konselor, menguasai teknik-teknik dalam bimbingan konseling merupakan hal yang sangat penting, agar dapat menangani sesuatu yang dikeluhkan atau dialami oleh kliennya. Dengan begitu konseling akan berjalan secara efektif dan efisien. Macam-macam teknik bimbingan konseling pribadi dan sosial, yaitu: Perilaku attending, empati, teknik bertanya, dorongan minimal (minimal encouragement), teknik mengarahkan (directing), teknik focus, menjernihkan (clarifying), memudahkan (facilitating), mengambil inisiatif, memberi nasehat, dan menyimpulkan.

Senin, 14 Desember 2015

Think positive and positive things will be happen



Ini adalah desain kaos yang saya buat untuk memenuhi tugas mata kuliah TI, memang desain ini terlihat sederhana, namun saya tonjolkan pada makna yang ada pada tulisan kaos tersebut. "Think positive and postive things will be happen", banyak sekali di antara kita yang selalu berpikiran negatif, entah itu pada teman, saudara, keluarga, atau bahkan pada Tuhan yang menciptakan kita. Sebagai contoh saja, biasanya ketika kita ditimpah musibah atau ada hal sulit yang sedang kita alami, kita berpikiran bahwa Allah tidak sayang kepada kita, padahal itu adalah hal yang salah. Dengan adanya cobaan atau ujian dari Allah, itu berarti kita masih mendapatkan perhatian dari Allah. Mungkin kita telah melenceng dari ajaran Allah, atau kita telah melakukan hal yang salah, oleh karena itu Allah mengingatkan kita melalui ujian tersebut.
Agama Islam selalu menganjurkan kita untuk selalu berpikir positif kepada Allah swt karena akan berdampak besar dalam kehidupan sesorang. Seperti yang ada pada surat dan hadist berikut ini: "Tuhanmu tiada meninggalkan kamu, dan tiada (pula) benci kepadamu." (Adh-dhuha: 3), serta "Aku sesuai prasangka hamba-Ku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku" (HR. Muslim).
Oleh karena itu mari kita selalu berpikiran positif terhadap apapun dan siapapun, supaya hal positif terjadi.

Kamis, 10 Desember 2015

MERAJUT MIMPI MERAIH PRESTASI ; Bersama PGMI, Membingkai Masa Depan Berdikari

Tidak ada jalan yang mudah untuk memasuki zaman baru. Di persimpangan tempat kita berdiri, hanya ada jalan yang sulit bagi akal dan hati untuk menciptakan kesepakatan bersama. Dapat memahami kehidupan dan mempunyai determinasi untuk melahirkan peradaban besar. Dari sinilah cerita itu dimulai. Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) tempat kita bersua mengumpulkan puzzle kehidupan dalam merajut mimpi.
Dalam menggapai mimpi, kadang hidup tidak sejalan dengan apa yang kita inginkan, apa yang kita mimpikan. Namun kita harus bisa menghadapinya dengan hati yang tenang, terus melangkah karena kita tak pernah sendiri dalam mewujudkan impian kita. Mental baja sangat diperlukan dalam menapaki tangga-tangga dalam meraih prestasi. Hanya mereka yang mau dan mampu berubah dari kebiasaan lama negatif yang akan memenangkan kontestasi kehidupan.
Untuk menjadi pemenang, kita harus menghilangkan mental In Down dalam diri. Mental In Down merupakan sebuah mindset yang menganggap segala sesuatu yang berasal dari dalam tidak lebih baik dibanding yang berasal dari luar. Tidak merasa bangga dengan prodi sendiri, melainkan merasa kagum dengan prodi yang lain. Oleh karena itu, perlu kiranya menjaga dan menguatkan keyakinan bahwa di sinilah jalan kita mengukir prestasi. Bukan objek peserta didik, tapi diri kita lah yang membentuknya. Dalam artian, tidak jarang kita diremehkan karena objek peserta didik lebih kecil dari prodi yang lain, tapi dari situlah kita bisa mengantarkan dan menebar benih yang sangat dalam untuk mulai merangkai impian itu. Kemampuan analisis yang kuat dengan diimbangi dengan ketrampilan menulis, keberanian berbicara dan kemahiran berbahasa asing serta kreativitas budaya, itulah yang menjadi pembeda mahasiswa prodi PGMI.
Kebiasaan yang harus diganti agar mental in down tidak selamanya bersemayam dalam diri adalah dengan merubah kebiasaan menunggu menjadi menjemput, konsumtif menjadi produktif, membeli menjadi menjual, impor menjadi ekspor dan yang paling utama adalah merubah kebiasaan meminta menjadi memberi. Kebiasaan itu perlu dididik sejak dini agar tumbuh kejujuran dalam membangun peradaban baru yang lebih baik. Tentu posisi sebagai mahasiswa sangat penting dalam agen of change dan agen of control untuk mewujudkan tridharma perguruan tinggi, yaitu: pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Tipe Mahasiswa
Pertama, adalah tipe idealis, yang cenderung aktif menentang kemapanan. Tipe ini, biasanya seringkali meluapkan ekspresinya dalam menentang kemapanan melalui demonstrasi. Dan terkadang melalui cara-cara yang menurut mereka “asal beda” dan tidak mengikuti arus utama anak muda. Kedua, tipe oportunis, yaitu mereka yang cenderung mendukung “pemerintah” yang tengah berkuasa. Ketiga, tipe profesional, yaitu mereka yang hanya berorientasi pada nilai-nilai profesionalitas. Mereka menilai tugasnya ya hanya kuliah dan belajar. Keempat, tipe rekreatif, yaitu mahasiswa yang berorientasi pada gaya hidup glamour.
Terlepas dari beberapa tipe mahasiswa yang ada, kita harus mampu membedakan antara personalitas dan identitas. Personalitas merupakan hal-hal yang dimiliki diluar kontrol kita atau bisa dipahami sebagai anugerah Tuhan. Sedangkan identitas adalah hal-hal yang bisa diserap sepanjang hidup dan terus berkembang. Identitas sebagai kuda-kuda untuk menghadapi lingkungan sekitar dan hanya sebagai sandangan mempertahankan personalitas. Keseimbangan antara personalitas dan identitas mutlak diperlukan. Bagaiman caranya? Tanyakan pada diri Anda 5 pertanyaan berikut: Siapa saya? Apa kehebatan saya? Apa impian saya? Siapa 5 teman terdekat saya? Karakter apa saja yang menjadi prioritas saya?
Setelah kelima pertanyaan tersebut terjawab, buatlah keputusan-keputusan sesuai dengan jawaban diri Anda. Semakin jujur terhadap diri Anda sendiri, semakin lurus jalan Anda. Dan semakin khusus jawaban Anda, akan semakin cepat terwujud. Kemudian untuk memperkokoh kedaulatan diri, perlu ditanamkan istilah Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi.
Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi adalah ungkapan dalam literasi Jawa yang berarti seluas telapak tangan di dahi dan sejengkal tanah pun akan dibela. Ungkapan ini berhubungan erat dengan pernyataan menjelang terjadi atau diputuskannya peperangan oleh seseorang atau sekelompok orang bila hak-hak dan kedaulatannya diusik.
Kehormatan atau harga diri memang menjadi awal sebuah cerita, asal sebuah tragedi, dan sumber adanya peristiwa. Mulai dari skala terkecil hingga lingkup dunia, sesuatu yang paling mahal dan harus dipertahankan adalah kehormatan dan harga diri. Tidak menjadi masalah karena kehormatan dan harga diri merupakan karunia Tuhan, tetapi perbedaan pemahaman terhadap harga diri itulah yang akan menimbulkan pergolakan.
Lantas bagaimana sebuah kehormatan atau harga diri harus ada dan dipertahankan tanpa mengusik orang lain? Yang harus dilakukan adalah bagaimana menjadi diri sendiri, tidak menyamar atau memakai karakter prodi lain. Menjadi penting mempertahankan kehormatan dan harga diri serta martabat program studi tempat kita berkarya. Menjadi batasan kesabaran untuk tersinggung, terhina dan harus marah menindak siapa saja yang melampaui batas.
Sebagai mahasiswa PGMI kita harus bisa menggali potensi diri yang kita punya, serta mengoptimalkannya agar kita memiliki daya jual yang tinggi. Karena ketika kita lulus, kompetisi bukan hanya antarmahasiswa PGMI dalam lingkup Universitas, akan tetapi dengan mahasiswa lulusan PGMI dari univeristas lain, bersaing dengan lulusan PGSD, bahkan pada tahun 2016 Indonesia akan mengadapi era ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai konsekuensi dari berlakunya kesepakatan internasional. Hal ini berdampak pula dalam dunia pendidikan. Dalam menghadapi era MEA tersebut, mahasiswa PGMI harus mampu survive dalam persaingan global.
Karakter Mahasiswa PGMI yang perlu dipersiapkan dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN yaitu menyiapkan Sumber Daya Manusia yang mampu bekerja di kawasan ASEAN ialah mereka yang mampu memberikan layanan yang terbaik kepada “pelanggan”, yaitu dengan (1) memiliki pemikiran yang kreatif dan memiliki inovasi-inovasi baru terlebih dalam dunia pendidikan sesuai ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing individu serta memperhatikan etika dan norma yang ada; (2) mampu menjalin jaringan dengan berbagai pihak, disertai dengan tata cara dan karater yang yang baik, sikap saling menghargai antara satu sama lain; (3) kemampuan bahasa dan penguasaan budaya sesuai dengan bahasa dan budaya “pelanggan” yang dilayani, dan (4) kemampuan menggunakan instrumen/alat dalam bidangnya khususnya dalam bidang pendidikan (updated technology).
Prodi PGMI lahir bukan saja memenuhi tuntutan pragmatis masyarakat Indonesia atas kekurangannya terhadap guru MI, tapi justru keberadaannya telah memberikan warna baru bagi keilmuan “pendidikan dasar” dengan mengedepankan nilai integritas keilmuan dasar sebagai basis utamanya, serta nilai keislaman yang menjadi ciri keberadaan madrasah. Jika konsep pembidangan ilmu di prodi PGSD dan PGMI dibagi menjadi enam bagian, yaitu: 1) kependidikan, 2) konten bidang bahasa Indonesia SD/MI, 3) konten bidang matematika SD/MI, 4) konten bidang Ilmu Pengetahuan Alam, 5) konten bidang Ilmu Pengetahuan Sosial, dan 6) konten bidang Pendidikan Kewarganegaraan, maka terkait dengan penerapan integrasi dimaksud adalah bagaimana keenam bidang keilmuan tersebut dilihat dari sudut pandang yang integratif. Satu bidang kajian ilmu harus dilihat dalam sudut pandang yang berbeda, bahkan dalam implementasinya integrasi nilai (termasuk keislaman) harus didukung juga melalui upaya pembiasaan dalam proses pembelajaran, penerapan manajemen program studi, serta kegiatan ekstrakulikuler. Proses itulah yang seharusnya lahir di prodi PGMI, sehingga lulusan PGMI dapat menunjukkan kualitas, bahkan mendapatkan nilai lebih jika dibandingkan dengan lulusan PGSD, dengan segenap kemampuannya dalam bidang ilmu-ilmu pendidikan dasar, serta “nilai tambah” keislaman yang ciri utama dari alumni PGMI.
Sampai di sini, marilah kita berkomitmen untuk mengikuti perkuliahan dengan serius, berorganisasi dengan baik dan selalu mengikuti kompetisi dari tingkat universitas hingga tingkat Internasional. Ingat...!!! Hilangkan mental in down dalam diri, kita bisa dan Anda adalah seorang pemenang. Sebagai bekal, Anda bisa bergabung dengan grup facebook UINSA Student Forum untuk mendapatkan segala bentuk informasi. Jangan lupa untuk terus mencoba...!!!

Jumat, 07 Desember 2012

Hak Asasi Manusia


HAM… kalian semua pasti sudah tau apa itu HAM. Ya… HAM adalah singkatan dari Hak Asasi Manusia, dari namanya pasti kita sudah bisa mendefinisikan apa itu HAM. HAM adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang dibawa sejak ia lahir hingga ia meninggal dunia, dan tidak seorangpun atau kelompok manapun yang boleh mengganggu hak tersebut. Hak tersebut meliputi hak untuk hidup, hak untuk damai, hak berbicara, hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik, dan masih banyak lagi.
Karena pentingnya hak asasi pada setiap manusia, maka dibentuk lembaga yang berfungsi untuk mengawasi terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau yang disingkat dengan Komnas HAM.  Namun kenyataan yang ada, pelanggaran HAM masih merajalela. Buktinya masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di negara kita ini. Mulai dari pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan, pembuangan bayi, penjualan anak, dan masih banyak lagi pelanggaran yang terjadi. Kita ambil contoh pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan si jagal dari Jombang, berapa banyak nyawa yang sudah ia habisi, berapa banyak orang yang hak hidupnya direnggut, berapa banyak keluarga yang kehilangan sanak saudaranya. Dengan mudahnya si jagal menghabisi nyawa para korbannya, bahkan tidak hanya dibunuh, mereka juga dimutilasi. Perbuatan yang dilakukan oleh Ryan sudah membuktikan bahwa hak untuk hidup bagi manusia masih sulit untuk didapatkan.
Melirik ke contoh pelanggaran HAM yang lain, yaitu masalah kekerasan dalam rumah tangga. Banyak kasus-kasus perceraian yang didasari alasan kekerasan dalam rumah tangga. Kasus kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Seorang suami yang seharusnya melindungi istrinya dan mengayomi keluarganya, malah berbuat sebaliknya.
Dari dua contoh di atas sudah jelas bahwa perlindungan HAM di negara kita ini masih perlu dipertanyakan. Apakah hak hidup untuk manusia sudah benar-benar dilindungi? Meskipun di Indonesia sudah ada Undang-Undang yang mengatur dengan jelas tentang perlindungan HAM seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 pasal 2 yang berbunyi “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan manusia”, namun masih saja terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM. Alangkah damainya negara kita ini jika kita sebagai warga negara selalu menjunjung nilai HAM, tanpa membedakan status, golongan, keturunan, agama, warna kulit, suku, jabatan, dan lain sebagianya. Sehingga tidak ada lagi kasus pembunuhan, kasus pembuangan bayi, kasus penganiayaan, kasus kekerasan, ataupun kasus-kasus yang lain. Dan diharapkan pemerintah bisa bekerja lebih baik agar tidak terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran HAM.

GURU ZAMAN DULU VS GURU SEKARANG


Menurut banyak orang, guru merupakan sosok yang patut digugu dan ditiru. Mereka berpotensi menjadi contoh, panutan, atau bahkan menjadi teladan bagi masyarakat sekitar. Dulu, nenek sering bilang kalau beliau ingin melihat cucunya ada yang menjadi guru atau ustadz. Karena menurut beliau, jika menjadi guru atau ustadz, ia akan disanjung atau dipuja banyak orang.

Saya masih ingat, dulu salah satu guru saya berangkat ke sekolah naik sepeda ontel. Pagi-pagi beliau berangkat penuh semangat. Dalam perjalanan, beliau disapa tetangga saya dan dengan ramahnya beliau menjawab sapaan itu, lalu kembali mengayuh sepedanya. Tapi sekarang, ketika beliau sudah menjadi seorang sarjana yang notabennya mempunyai gelar S.Pd dan mendapat tunjangan sertifikasi, beliau berubah. Sekarang beliau berangkat naik sepeda motor keluaran terbaru. Dengan sombongnya berlalu begitu saja tanpa ada senyuman pada orang yang menyapa beliau. Mungkinkah keberadaan sertifikasi mampu mengubah jati diri seorang guru????

Mungkin benar adanya, sertifikasi ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang dulunya seorang guru hanya mendapat gaji Rp. 25.000,- kini bisa mencapai enam nominal. Tapi bagaimana dengan guru-guru yang masa baktinya sudah melampaui 20 tahun tapi tidak bisa mendapatkan tunjangan lebih hanya karena tidak mempunyai kualifikasi pendidikan yang dijadikan acuan untuk sertifikasi, yaitu minimal S1. Sementara ada guru yang memang sudah terjaring sertifikasi karena sudah mempunyai kualifikasi pendidikan S1 tapi dia belum pernah sedetikpun menginjakkan kakinya di sekolah dan berdiri di hadapan anak-anak didiknya untuk mengajar. Bukankah itu sebuah kendala bagi pemerintah agar bisa memberi kebijakan yang benar-benar adil??

Meskipun pemerintah mencanangkan bahwa pada tahun 2015, semua guru baik dari tingkat playgroup, sekolah dasar, sekolah lanjutan bahkan tingkat atas, sudah bisa mendapatkan sertifikasi, tidak menjamin semua guru memiliki kualitas yang diharapkan pemerintah. Dengan adanya sertifikasi, pemerintah berharap pada guru yang bersangkutan agar lebih meningkatkan mutu pendidikan anak didiknya. Tapi fakta di lapangan berkata lain, justru dengan adanya sertifikasi, guru-guru bukannya berlomba-lomba memberikan yang terbaik untuk anak didiknya, melainkan berlomba-lomba menumpuk kekayaan. Sementara guru-guru yang sudah memperoleh sertifikasi  bisa hidup nyaman, di sisi lain, guru-guru yang belum memperoleh sertifikasi harus bisa bertahan hidup dengan penghasilan yang pas-pasan. Meskipun pemerintah sudah gembar-gembor mengumumkan upah guru akan disetarakan UMR, toh sekarang belum terealisasi.

Guru sekarang, banyak yang mementingkan pribadinya daripada masa depan anak didiknya. Berbanding terbalik dengan guru zaman dulu, yang benar-benar ikhlas mendidik anak didiknya. Tapi bukan berarti semua guru seperti itu, di  belahan bumi sana, pasti masih ada sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang mendedikasikan hidupnya untuk mencerdasakan anak bangsa, yang belum tentu mendapatkan imbalan sesuai pengabdiannya.