Menurut banyak orang, guru merupakan sosok yang patut
digugu dan ditiru. Mereka berpotensi menjadi contoh, panutan, atau bahkan
menjadi teladan bagi masyarakat sekitar. Dulu, nenek sering bilang kalau beliau
ingin melihat cucunya ada yang menjadi guru atau ustadz. Karena menurut beliau,
jika menjadi guru atau ustadz, ia akan disanjung atau dipuja banyak orang.
Saya masih ingat, dulu salah satu guru saya berangkat
ke sekolah naik sepeda ontel. Pagi-pagi beliau berangkat penuh semangat. Dalam
perjalanan, beliau disapa tetangga saya dan dengan ramahnya beliau menjawab
sapaan itu, lalu kembali mengayuh sepedanya. Tapi sekarang, ketika beliau sudah
menjadi seorang sarjana yang notabennya mempunyai gelar S.Pd dan mendapat
tunjangan sertifikasi, beliau berubah. Sekarang beliau berangkat naik sepeda
motor keluaran terbaru. Dengan sombongnya berlalu begitu saja tanpa ada
senyuman pada orang yang menyapa beliau. Mungkinkah keberadaan sertifikasi
mampu mengubah jati diri seorang guru????
Mungkin benar adanya, sertifikasi ditujukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan, yang dulunya seorang guru hanya mendapat gaji Rp.
25.000,- kini bisa mencapai enam nominal. Tapi bagaimana dengan guru-guru yang
masa baktinya sudah melampaui 20 tahun tapi tidak bisa mendapatkan tunjangan
lebih hanya karena tidak mempunyai kualifikasi pendidikan yang dijadikan acuan
untuk sertifikasi, yaitu minimal S1. Sementara ada guru yang memang sudah
terjaring sertifikasi karena sudah mempunyai kualifikasi pendidikan S1 tapi dia
belum pernah sedetikpun menginjakkan kakinya di sekolah dan berdiri di hadapan
anak-anak didiknya untuk mengajar. Bukankah itu sebuah kendala bagi pemerintah
agar bisa memberi kebijakan yang benar-benar adil??
Meskipun pemerintah mencanangkan bahwa pada tahun
2015, semua guru baik dari tingkat playgroup, sekolah dasar, sekolah lanjutan bahkan
tingkat atas, sudah bisa mendapatkan sertifikasi, tidak menjamin semua guru
memiliki kualitas yang diharapkan pemerintah. Dengan adanya sertifikasi,
pemerintah berharap pada guru yang bersangkutan agar lebih meningkatkan mutu
pendidikan anak didiknya. Tapi fakta di lapangan berkata lain, justru dengan
adanya sertifikasi, guru-guru bukannya berlomba-lomba memberikan yang terbaik
untuk anak didiknya, melainkan berlomba-lomba menumpuk kekayaan. Sementara
guru-guru yang sudah memperoleh sertifikasi
bisa hidup nyaman, di sisi lain, guru-guru yang belum memperoleh
sertifikasi harus bisa bertahan hidup dengan penghasilan yang pas-pasan.
Meskipun pemerintah sudah gembar-gembor mengumumkan upah guru akan disetarakan
UMR, toh sekarang belum terealisasi.
Guru sekarang, banyak yang mementingkan pribadinya daripada masa depan anak didiknya. Berbanding terbalik dengan guru zaman dulu,
yang benar-benar ikhlas mendidik anak didiknya. Tapi bukan berarti semua guru
seperti itu, di belahan bumi sana, pasti
masih ada sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang mendedikasikan hidupnya untuk
mencerdasakan anak bangsa, yang belum tentu mendapatkan imbalan sesuai
pengabdiannya.
Terima kasih atas infonya .. memang guru sekarang berbeda dengan guru yang dulu :(
BalasHapus